Translate

April 23, 2009

Ustadz & Pendeta

SYAHDAN, HIDUPLAH dengan rukun dua orang yang bertetangga; seorang pendeta dan seorang ustadz. Walau mereka berbeda agama tapi dalam keseharian selama puluhan tahun Pak Pendeta dan Pak Ustadz senantiasa saling membantu. Tak pernah mereka bertengkar. Satu sama lain tolong-menolong. Keduanya pun dijadikan teladan oleh warga sekitar.

Pendeta : Pak Ustadz, saya mau melakukan pelayanan ke daerah pedalaman. Bolehkah saya meminjam mobil bapak?

Ustad : Tentu boleh, Pak Pendeta. Pakai saja, dengan senang hati kok.

Lalu si Pendeta pun melakukan perjalanan tugasnya dengan mengendarai mobil milik Ustadz.

Sepulang dari pelayanan, kondisi mobil yang dipinjam itu sangat kotor dan penuh lumpur. Pendeta lalu membersihkannya, dan diguyur dengan air.

Dari teras rumahnya, Ustad melihat Pendeta yang sedang mencuci mobilnya dengan siraman air dari ember. “Wah, gawat, mobilku dibaptis,” pikir Ustadz.

Pendeta : Pak Ustadz, terima kasih atas peminjaman mobilnya. Semoga Tuhan memberkati bapak sekeluarga.

Ustadz : Sama-sama, Pak Pendeta. Kalau suatu saat nanti Bapak perlu lagi, jangan sungkan-sungkan.

Pendeta : Baiklah,

Pak Ustadz : terima kasih.

Setelah Pendeta berlalu, Ustadz segera mengambil gergaji dari gudangnya. Lalu dengan cekatan tangannya memotong knalpot mobilnya itu. Pikirnya, mobil itu sudah disunat dan diislamkan kembali setelah tadi sempat dibaptis oleh Pendeta.


April 20, 2009

Duhai matahariku,

Pagi sampai sore ku slalu bersamamu
Hanya aku dan kamu selalu
Tak pernah ada jemunya aku bertemu
Selalu dan selalu
Ah, mata yang bersinar indah itu
Begitu sayangnya aku padamu
Hanya Jum'atlah kita tak bertemu
Sampai akhirnya ku lepas rindu di Sabtu
Selalu dan selalu bersamamu selama seminggu
Duhai Mata Matahariku
Banyak sekali cerita indah dan lucu bersamamu
Tersirat pula memory yang pilu
Saat ku duduk bersamamu
Sampai sekarang ku mengadu di pangkuanmu
Bercerita tentang kehidupanku
Sampai tak terasa ku akan segera meninggalkanmu
Duhai Mata Matahariku
Terbesit selalu senyum manismu
Kau telah melahirkan banyak sekali Sang Pemuja Ilmu
Duhai Mata Matahariku
Ku kan slalu merindukanmu
Karena engkau lah yang selalu setia menemaniku
Karena engkau lah aku tau
Karena engkau lah terang jalan hidupku
Indah sekali ku pandang dirimu
Tinggi menjulang kokoh sarat dengan ilmu
Duhai indahnya lirikan Mata mu
Duhai indahnya sinar Matahari mu
Selalu dan selalu
Ingat kebersamaan akan dirimu
Dengan guru-guru besarku
Dengan teman-teman tercintaku

teruntuk yang ku cinta, Al Azhar University.

April 16, 2009

Not me, Boss

Ini cerita dari seorang teman yang bertahun silam pergi ke Papua New Guinea untuk urusan bisnis. Ia ditemani oleh dua orang temannya dan tinggal di sebuah rumah di pedalaman. Rumah ini dirawat oleh seorang lokal, yang tugasnya hanya dua yakni merawat rumah dan memasak. Semuanya oke-oke saja, kecuali satu hal mereka punya satu botol anggur yang mahal yang disimpan di ruang makan, yang setiap harinya sepertinya terus berkurang padahal mereka tidak pernah meminumnya. Anggur ini mahal dan mereka ingin menyimpannya untuk acara spesial. Yang mereka temukan adalah setiap hari jumlahnya sedikit demi sedikit berkurang.

Mereka pun memutuskan untuk mengukur kekurangannya dengan membuat garis kecil pada botol, sehingga apabila memang berkurang lagi mereka bisa tahu dengan jelas. Dan setelah membuat garis tersebu! t, mereka menemukan memang jumlah anggur dalam botol tersebut berkurang terus setiap hari, walau sedikit demi sedikit. Mereka tidak punya tertuduh lain lagi selain sang penunggu rumah lugu tersebut, sebab ketiganya memang jarang di rumah.

Suatu kali ketiganya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan mereka merencanakan memberi pelajaran si penunggu rumah. Mereka mengambil botol anggur dan mengganti isinya dengan air seni mereka. Setelah itu mereka letakan kembali seperti biasa. Dan yang mereka temukan, setiap hari jumlah air seni ini pun berkurang seperti halnya anggur.

Suatu hari mereka tidak tega lagi membayangkan bahwa si penunggu rumah yang baik hati ini sampai meneguk air seni mereka. Mereka memutuskan untuk memanggil si penunggu rumah dan menanyakan perihal anggur. Dan dengan gaya yang tidak menuduh langsung, mereka mengatakan bahwa mereka perhatikan persediaan anggur mereka di satu-satunya botol di rumah itu selalu menipis, dan pasti ada seorang di rumah ini yang meminumnya!

Serta merta si penunggu rumah polos ini menyahut Not me, Boss! Selama ini saya hanya selalu pakai untuk keperluan memasak untuk para Boss!

Moral kisah

Kalau bisa bertanya, kenapa berasumsi
Kalau bisa sederhana, kenapa dibuat rumit
Kadang kita justru mendapatkan dampak langsung dari perbuatan kita sendiri, yang sebenarnya tidak perlu.

April 11, 2009

Uang Seribu dan Seratus Ribu

Konon, uang seribu dan seratus ribu memiliki asal-usul yang sama tapi mengalami nasib yang berbeda. Keduanya sama-sama dicetak di PERURI dengan bahan dan alat-alat yang oke. Pertama kali keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu sama-sama bagus, berkilau, bersih, harum dan menarik. Namun tiga bulan setelah keluar dari PERURI, uang seribu dan seratus ribu bertemu kembali di dompet seseorang dalam kondisi yang berbeda. Uang seratus ribu berkata pada uang seribu

“Ya, ampiiiuunnnn………. darimana saja kamu, kawan Baru tiga bulan kita berpisah, koq kamu udah lusuh banget Kumal, kotor, lecet dan….. bau! Padahal waktu kita sama-sama keluar dari PERURI, kita sama-sama keren kan…. Ada dapa denganmu??” (tanya Uang Seratus Ribu)

Uang seribu menatap uang seratus ribu yang masih keren dengan perasaan nelangsa.Sambil mengenang perjalanannya, uang seribu berkata : “Ya, beginilah nasibku, kawan. Sejak kita keluar dari PERURI, hanya tiga hari saya berada di dompet yang bersih dan bagus. Hari berikutnya saya sudah pindah ke dompet tukang sayur yang kumal. Dari dompet tukang sayur, saya beralih ke kantong plastik tukang ayam. Plastiknya basah, penuh dengan darah dan taik ayam. Besoknya lagi, aku dilempar ke plastik seorang pengamen, dari pengamen sebentar aku nyaman di laci tukang warteg. Dari laci tukang warteg saya berpindah ke kantong tukang nasi uduk. Begitulah perjalananku dari hari ke hari. Itu makanya saya bau, kumal, lusuh, karena sering dilipat-lipat, digulung-gulung, diremas-remas…….

Uang seratus ribu mendengarkan dengan prihatin. lalu berkata : ”Wah, sedih sekali perjalananmu, kawan! Berbeda sekali dengan pengalamanku. Kalau aku ya, sejak kita keluar dari PERURI itu, aku disimpan di dompet kulit yang bagus dan harum. Setelah itu aku pindah ke dompet seorang wanita cantik. Hmmm… dompetnya harum sekali. Setelah dari sana, aku lalu berpindah-pindah, kadang-kadang aku ada di hotel berbintang 5, masuk ke restoran mewah, ke showroom mobil mewah, di tempat arisan Ibu-ibu pejabat, dan di tas selebritis. Pokoknya aku selalu berada di tempat yang bagus. Jarang deh aku di tempat yang kamu ceritakan itu. Dan…… aku jarang lho ketemu sama teman-temanmu.”

Uang seribu terdiam sejenak. Dia menarik nafas lega, katanya ”Ya. Nasib kita memang berbeda. Kamu selalu berada di tempat yang nyaman. Tapi ada satu hal yang selalu membuat saya senang dan bangga daripada kamu!”

“Apa itu?” uang seratus ribu penasaran.

Kata uang seribu : “Aku sering bertemu teman-temanku di kotak-kotak amal di mesjid. Hampir setiap minggu aku mampir di tempat-tempat itu. Jarang banget tuh aku melihat kamu disana…

Nb: Pesan moral cerita ini silahkan petik sendiri!