Translate

July 27, 2008

Maaf

Jika saja maaf hanya formalitas
Cukuplah lafaz memperjelas, lalu sentuhan jadi penuntas.

Takkan hilang karat pada besi
Tak terkelupas remah pada pinggiran roti
Jika tak ada ikhlas pada dasar hati

Maaf, maaf, maaf..
Hanya itu.

Tak mudah memintanya, sebagaimana sulit memberinya.
Tapi sudah kulakukan,
Dan kini semua tergantungmu..

July 22, 2008

Angkuh

Tinggi hati benar,
Benar-benar tampak perangai sebenar..

Semisal berderajat sangat, sehingga saya hanya secuil kau lihat..
Seperti bersahaja, padahal dengan begitu sisi indahmu tertutup mega..
Tampak bodohlah saya, lantaran empati yang berbalas angkuhmu..
Seolah-olah merugilah kiranya saya jika saja tak berkawan denganmu..

Yang layak ditakuti hanya dosa, bukan nista manusia..
Segan pada Tuhan, jika semaikan bibit permusuhan..
Silahkan caci maki dalam hati..
Tapi jangan harap langkah ini terhenti..

Saya bukan peyakin karma,
Namun setidaknya percaya akan niscaya..
Kau tuai apa yang kau tanam,
Tak kau dapat balas gula jika kau beri garam..

Kukuhlah bertahan dengan semua itu..
Karena saya tahu itu ukuran bahagia bagimu.
Tapi saya kira kau juga pasti tahu..
Takkan ada yang abadi di dunia ini, Saudariku..
Pun dengan segala yang kau banggakan pada dirimu..

July 05, 2008

Trio Bomber, Surga atau Neraka?

Trio Bomber, Surga atau Neraka?
Hanya Sebuah Anekdot
Oleh Irwan Masduqi

Tatkala hari hisab tiba, manusia yang tak terhitung jumlahnya rela antri panjang di depan pintu surga dan neraka. Jantung mereka berdebar dan berdetak tak karuan menunggu hasil penghitungan amal. Malaikat yang sedang bertugas memanggil mereka satu persatu sambil menenteng buku catatan amal.

Dengan suara keras, malaikat memanggil nama Imam Abu Hanifah untuk dihisab. Dengan mudah Abu Hanifah lolos masuk surga karena di dunia beliau tak menyia-nyiakan “akal”-nya untuk berijtihad memahami agama Islam secara rasional. Di surga, Abu Hanifah berkumpul dengan Umar bin Khatab. Umar bin Khathab adalah kolega nabi yang sangat rasional yang mensyukuri nikmat akal dengan cara berpikir. Umar bin Khathab senantiasa memahami al-Quran dengan pendekatan kontekstual- hermeneutis.

Giliran kedua adalah Tulkiyem, pelacur Sarkem (Pasar Kembang) Yogyakarta . Tak terduga, Tulkiyem juga masuk surga. Malaikat bilang, “dia masuk surga karena dia melacur tidak hendak melawan agama dan Allah, dia melacur karena melawan nasib hidupnya demi sesuap nasi dan membelikan susu buat anaknya. Yang masuk neraka justru orang-orang kaya, penguasa, dan agamawan yang tak punya kepedulian serta kepekaan sosial. Mereka tak memberi lahan perkerjaan dan pembinaan kepada para pelacur”.

Giliran ketiga adalah si Dul, mahasiswa al-Azhar Cairo . Sungguh mengejutkan, dia masuk neraka. Sayang sekali. Malaikat berkata, “dia masuk neraka karena menipu orang tuanya. Orang tuanya susah payah menguras keringan mengumpulkan uang recehan untuk membiayai si Dul di Cairo. E…e…eeeee si Dul malah malas-malasan tak mau belajar. Dia menipu dan mendurhakai orang tuanya. Dia itu mahasiswa goblok, tak pernah membaca buku, tapi sukanya mencibir dan meremehkan teman-temannya yang mengembangkan kritisisme”.

Amrozi cs sudah tidak sabar menunggu giliran hisab. Sambil pegang-pegang jenggot, mereka kelihatan penuh optimisme bisa masuk surga. Orang-orang di sekitar mereka pun bertanya, “kenapa kalian tak takut menghadapi hisab”?

Amrozi cs menjawab, “siapa takut? kami sudah membawa tiket surga. Kalau kalian ingin beli tiket surga, bergabung saja dengan orang-orang Islam radikal. Mereka jual obralan tiket”.

Dus, giliran keempat adalah Amrozi cs. Hisab berlangsung alot. Saat itu terjadi perdebatan sengit antara Amrozi cs dengan malaikat. Malaikat bilang, “tiket surga kalian tidak ada gunanya alias muspro”. Tapi Amrozi cs memaksa dimasukkan ke surga dengan dalih telah susah payah ikut program “bombing training” guna menghancurkan tempat-tempat maksiat. Abdul Aziz alias Imam Samudra, dengan mata tajamnya, tak sungkan memelototi malaikat sembari teriak kencang Allahu Akbar. Sementara Amrozi dan Ali Gufron alias Mukhlash cengar-cengir bingung tujuh keliling mendengar kata-kata malaikat tadi sambil memutar tasbih.Malaikat bertanya, “kenapa kalian melakukan teror”? Dengan diplomatis Amrozi cs menjawab, “kami ingin mengamalkan hadits amar ma’ruf nahi munkar bil yad. ‘Yad’ artinya adalah kekerasan dengan bom”.

Hahaha, malaikat ketawa terbahak-bahak mendengar jawaban konyol Amrozi cs. Sambil menahan ketawa, malaikat menjawab balik, “yang boleh amar ma’ruf nahi munkar dengan cara merusak fasilitas umum itu hanya pemerintah, kalau warga sipil tak boleh dengan cara itu. Heh dasar kalian sok pahlawan jadi polisi swasta!!!”.

Amrozi cs dengan nada lirih dan agak sedikit grogi bertanya, “masak sih”? Malaikat menjawab sambil senyum, “ya iyalah… masak ya iya dong. Mulan aja namanya diganti Mulan Jamilah, bukan Mulan Jamidong… duren aja dibelah, bukan dibedong”. Malaikat kemudian berargumen, “Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din pernah berkata bahwa umat Islam dalam amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh disertai perusakan harta orang lain. Imam al-Ghazali memberi contoh yang prosedural dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar kepada para peminum khamr dan penjual MIRAS (Minuman Keras). Dalam konteks ini, khomr/MIRAS boleh ditumpahkan (iraqatul khamri), tetapi botolnya tak boleh dipecah, karena botol adalah harta halal milik penjual dan peminum. Dengan demikian, tindakan teror kalian (baca: Amrozi cs) yang destruktif dengan merusak fasilitas umum (harta orang lain) dan juga tindakan brutal FPI tidak dapat dibenarkan karena tidak sesuai prosedur. Tindakan itu justru merusak citra Islam, tahu!!!”.

Amrozi cs tetap ngotot dan ngeyel agar dimasukkan ke surga. Mereka berdalih, “pokoknya kami harus dimasukkan ke surga (yang konon banyak bidadari yang cantik itu), karena kami telah memerangi orang-orang kafir (antek Amerika dan thaghut) di Bali seperti yang diperintahkan Allah yang berbunyi faqtulu al-musyrikina kaffah…faqtulu al-musyrikin haytsu wajadtumuhum/ tsaqiftumuhum ….faqtuluhum hatta latakuna fitnah (bunuhlah semua orang musyrik…di mana pun kalian berjumpa dengan mereka…bunuhlah mereka hingga tak ada fitnah)”. Amrozi cs berargumen bahwa “ayat-ayat itu menurut satu versi dalam tafsir al-Qurthubi menasakh dan mengamandemen ayat-ayat yang turun sebelumnya tentang anjuran mengampuni orang kafir dan jihad defensif terbatas dari agresi musyrikin, sehingga kesimpulan Amrozi cs jihad adalah ofensif”.

Kwakakakaka, malaikat tertawa terbahak-bahak untuk kedua kalinya mendengar jawaban Amrozi cs yang konyol itu. Karena penasaran, malaikat mendatangkan Imam al-Qurthubi untuk dimintai klarifikasi dan keterangan lebih lanjut. Malaikat bertanya, “wahai Imam al-Qurthubi benarkah dalam tafsirmu ada konsep jihad ofensif”? Imam al-Qurthubi menjawab, “dalam tafsir, saya memang mengutarakan dua pendapat; antara ‘versi tekstual pro nasikh-mansukh yang menyimpulkan jihad ofensif’ dan ‘versi kontekstual kontra nasikh-mansukh yang menyimpulkan jihad defensif’”. Coba dech malaikat Anda rujuk dalam Tafsîr saya, al-Jami' Li Ahkamil Qur'an, cetakan Dar al-Sya‘bi, vol. II, h. 71, vol. I, h. 62, vol. XVII, h. 203, & vol. XIX, h. 149, vol. II, h. 347, vol. II, h. 35 & vol. V, h. 281, vol. III, h. 216, vol. II, h. 192 & 353”. “Sial, Amrozi cs berarti memilih jihad ofensif dengan mencari justifikasi dari penafsiran yang tekstual”, keluh malaikat.

Malaikat memperingatkan, “penafsiran tekstual itu reduktif dan rawan menimbulkan stigma bahwa Islam adalah agama pedang, agama bom, dan agama kekerasan, seperti stigma negatif kalangan mainstream Barat. Andaikan nasikh-manskuh kalian terapkan dalam ayat-ayat jihad yang sejatinya turun secara gradual, sama saja kalian menganggap sebagian ayat al-Quran yang turun pada fase-fase awal sebagai ayat impoten dan tak punya fungsi sosial untuk konteks kekinian. Nah, para pemikir Islam yang kritis dan progresif yang berdiri di barisan antrian hanya mangguk-mangguk menyetujui statemen malaikat tadi.

Amrozi cs berapologi, “oke dech, ijtihad kami memang salah, tapi—seperti kata Rasulullah saw—kami tetap berhak mendapatkan pahala satu (man akhtha`a falahu ajrun wahidun). Malaikat menimpali, “kalian memang mendapatkan pahala satu, tapi pahala itu belum mencukupi untuk dijadikan modal masuk surga. Pahala kalian yang satu itu tak seberapa jika dibandingkan dengan dosa kalian akibat membunuh orang-orang Bali dan wisatawan legal yang telah mendapat jaminan keamanan dari negara. Ingat itu wahai teroris yang berjubah!!!. Maukah kalian aku masukkan ke neraka”?

Amrozi cs, yang kali ini diwakili oleh Ali Gufron, mengutarakan keberatan. Dengan lantang ia berkilah, “kami tidak bermaksud membunuh orang tak berdosa, kami hanya ingin memerangi kemungkaran. Selain itu, kami juga sudah dieksekusi sebagai balasan perbuatan kami, meski kami sebenarnya tak rela dengan eksekusi itu”. “Iya, tapi cara amar ma’ruf nahi munkar kalian, seperti saya katakan tadi, tidak prosedural”, tegas malaikat. Malaikat diam sejenak mempertimbangkan matang-matang. Amrozi cs pun menunggu keputusan malaikat sambil pegang-pegang jenggot lagi.

Malaikat meneruskan hisabnya, “tadi kalian bilang bahwa kalian tidak rela dengan eksekusi itu, itu tandanya kalian tidak ikhlas menerima hukum qishash yang sudah disyariatkan Allah. Dengan demikian dosa kalian belum dihapus dan diampuni. Sudahlah kalian aku masukkan ke neraka saja ya”?

Imam Samudra keberatan, “please malaikat, kami sudah dieksekusi, masak mau dihukum lagi dengan diceburkan ke neraka”?. Malaikat geleng-geleng kepala, “kalian memang bandel, sudah aku katakan kalau eksekusi itu belum bisa menghapus dosa kalian, karena kalian tidak ikhlas menerima hukuman itu”. Imam Samudra berkilah lagi, “buktinya apa kalau kami tidak ikhlas”?

Malaikat dengan mudah menemukan bukti di google.com yang memuat wasiat profokatif Amrozi cs bahwa “dalam surat wasiat tersebut, mereka menyerukan agar para pendukung memerangi dan membunuh pihak terkait eksekusi mati, seperti Presiden SBY, Wapres Jusuf Kalla, Menkum HAM Andi Mattalata, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Jampidum AH Ritonga, dan Ketum PBNU Hasyim Muzadi”. Malaikat dengan tegas menvonis, “Jadi kalian harus aku masukkan ke neraka dengan dalih berlapis: 1) tindakan teror bom bali; 2) tidak ikhlas menerima hukuman eksekusi; 3) menyebarkan wasiat yang profokatif dan berisi pemberontakan terhadap pemerintah”.

Amrozi cs masih berkilah, “pengeboman dan wasiat itu tidak bermaksud untuk macam-macam, semua itu kami lakukan hanya demi tujuan memerangi maksiat dan jihad”. Malaikat pun menjawab dengan analogis-argumentat if, “oke jika demikian alasan kalian, maka kalian akan aku masukkan ke dalam ‘tong’ kemudian aku tendang ‘tong’ itu agar menggelinding masuk ke jurang neraka. Aku tak bermaksud memasukkan kalian ke neraka, tapi aku hanya bertujuan memasukkan ‘tong’ ke neraka sebagai tambahan bahan bakar neraka”. Amrozi pun akhirnya tak berdaya dan menyesali perbuatannya di dunia.